Senin, 05 September 2016

Hubungan HACCP, Hospital Plint, dan ISO22000

Sebagaimana pembahasan kita sebelumnya bahwa WHO (World Health Organization) telah mendefinisikan  suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya dalam Prinsip HACCP ( (Hazard Analysis and Critical Control Points).

Hospital Plint dalam kaitannya dengan HACCP, tidak dapat dipisahkan dengan Standar ISO 22000.
ISO 22000 bertindak sebagai standar yang dibentuk untuk membantu penekanan isu berkaitan dengan kesehatan pangan dengan HACCP, dalam hal ini Hospital Plint dapat dikaitkan dengan fungsinya sebagai radius plint ruang sepanjang proses rantai pangan; khususnya dalam hal ini titik kritis di ruang dapur sebagai ruang proses pangan dimasak dan siap utk disajikan.



 Walau beberapa perusahaan, khususnya perusahaan-perusahaan besar, telah mengimplementasikan atau dalam proses implementasi ISO 22000, adapula perusahaan yang ragu dalam menerapkan standar ini. Alasan utama adalah kurangnya informasi dan kekhawatiran bahwa standar baru ini menuntut pekerjaan birokratis.


Referensi

  1. ^ a b Risk Management Training Guides: Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), Manufacturing Technology Committee – Risk Management Working Group.
  2. ^ a b c d e Hazard analysis and critical control point generic models for some traditional foods: A manual for the Eastern Mediterranean Region, World Health Organization. 2008. ISBN 978-92-9021-590-5
  3. ^ a b c Sudarmaji (Januari 2005). "ANALISIS BAHAYA DAN PENGENDALIAN TITIK KRITIS (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT )" (PDF). JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN 1 (2): 183–190.
  4. ^ a b Health Practices on Cruise Ships: Training for Employees Transcript: Hazard Analysis Critical Control Point, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Environmental Health: Vessel Sanitation Program.
  5. ^ Critical Reviews in Food Science and Nutrition, "A Comparative Presentation of Implementation of ISO 22000 Versus HACCP and FMEA in a Small Size Greek Factory Producing Smoked Trout: A Case Study" (PDF). Volume 49, 2009, pages 176 - 201

Mengenal HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points)

Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Points, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.[1] Pada awalnya, prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan, namun sistem ini akhirnya dapat diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri lainnya.[2] Aplikasi HACCP, terutama yang diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan berdasarkan beberapa pedoman, yaitu prinsip umum kebersihan pangan Codex, Codex yang sesuai dengan kode praktik, dan undang-undang keamanan pangan yang sesuai.





Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:
  1. Melakukan analisis bahaya: segala macam aspek pada mata rantai produksi pangan yang dapat menyebabkan masalah keamanan pangan harus dianalisis. Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah keberadaan pencemar (kontaminan) biologis, kimiawi, atau fisik bahan pangan. Selain itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan mikrorganisme atau perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki selama proses produksi, dan terjadinya kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi.[3] 
  2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point, CCP): suatu titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman).[4] Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi.[3]
  3. Menentukan batas kritis: kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur.[2]
  4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP: suatu sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan operasi dan penentuan kontrol mana yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, pemantauan harus menggunakan catatan tertulis.[4]
  5. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat.[2]
  6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode, prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi semua persyaratan Codex dan memperbaharui sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses produksi.[2]
  7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya. Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan korektif yang berhubungan.


Minggu, 04 September 2016

Dimana peraturan yang mengatur penggunaan Hospital Plint ?

Banyak dari kita  bertanya-tanya, dibalik fungsi dan kegunaan Hospital Plint, apakah ada peraturan di Indonesia yang mengatur penggunaan Hospital Plint di Bangunan Rumah Sakit ?





Dari hasil penelusuran kami, sejak Tahun 2012 di Indonesia telah berlaku Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rawat Inap, yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjan Medik dan Sarana Kesehatan - Direktorat Bian Upaya Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Pada halaman 8 (Delapan)  Pedoman Teknis tersebut , tepatnya di Pasal 3.3 yang mengatur tentang "Lantai", pada Ayat (c)  secara tegas dan eksplisit dinyatakan bahwa: "Pertemuan dinding dengan lantai disarankan melengkung(Hospital Plint), agar memudahkan  pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran. 


Dari hal tersebut di atas, sekarang nyata bahwa Kementerian Kesehatan RI telah tegas menyatakan bahwa penggunaan Hospital Plint di Ruang  Rawat Inap Rumah Sakit adalah hal yang penting diperhatikan.